KOLOM ANDI SURUJI : Selamat Datang Realitas Baru

Ilustrasi - (foto by Pexels.com)

HAMPIR dua tahun sudah kita hidup tak menentu. Diombang-ambingkan gelombang besar lautan pandemi Covid-19. Begitu dahsyat menghantam kehidupan umat manusia.

Banyak duka lara yang tersisa dalam catatan sejarah manusia di tahun 2021, yang segera berlalu. Kenangan pahit mengental dalam sesaknya perasaan dan sumpeknya pikiran. 

Banyak korban jiwa karena pandemi virus Covid-19. Anak kehilangan orang tua, menjadi yatim dan piatu. Orang tua berduka kehilangan anak. Sanak saudara juga pergi mendahului keluarga, handaitaulan. 

Aktivitas pun serba terbatas dan dibatasi. Perjalanan tak lagi sesuka-suka dan sejauh keinginan. Banyak perusahaan kesulitan, bahkan bangkrut. Jutaan orang kehilangan pekerjaan. 

Bencana alam dan lingkungan juga silih berganti. Bahkan terjadi secara bersamaan, walau locus berbeda. Gunung meletus. Banjir menerjang. Gempa bumi mengguncang. Rumah dan ladang kehidupan serta sumber nafkah hancur. 

Bencana alam, semisal gempa, tak bisa diprediksi. Sunnatullah terjadinya. Ketentuan Sang Pencipta Mahakuasa. Bencana lingkungan pun semakin tak  terukur, karena kian rusaknya lingkungan. Dosa di hulu ditanggung dan diderita di hilir.

Situasi dan kondisi itu memaksa kita berubah dan beradaptasi. Dengan pandemi Covid-19 misalnya. Serangan infeksinya baru saja mereda, kehidupan belum normal, serangan varian baru muncul lagi. Sementara obatnya belum ada. Kita sibuk dan berdebat soal vaksin. 

Jangan bermimpi kehidupan kembali seperti sedia kala. Kenormalan tidak akan kita jumpa lagi. Kalau pun ada yang disebut orang new normal, kita juga tidak paham seperti apa situasi dan kondisinya. 

Itu sebabnya, majalah The Economist mengucapkan selamat datang realitas baru, terutama untuk tahun 2022 yang sebentar lagi kita songsong. Realitas baru itu adalah ketidakpastian, instabilitas dalam kehidupan kita. Situasi dan kondisi berubah cepat dan unpredictable. 

Orang berkumpul dibatasi dan terbatasi. Orang kerja di kantor bakal berkurang. Pekerjaan mungkin lebih banyak dilakukan di rumah daripada di kantor. Pertemuan dan pekerjaan lebih banyak dan sering melalui online. Guru mengajar lebih banyak melalui online. Belanja pun bakal banyak melalui online. 

Di tengah situasi pandemi virus, ketika kita masih belajar rapat atau belajar-mengajar online menggunakan zoom, kini praktisi teknologi informasi sudah bicara tentang dahsyatnya Metaverse. Dengan teknologi canggihnya, Metaverse akan menyediakan kantor dan ruang pertemuan secara virtual. 

Hebatnya lagi, pertemuan atau rapat virtual itu akan membuat peserta pertemuan merasa seolah berada di suatu ruang yang sama secara langsung. Seperti rapat offline. Itu karena teknologi kamera dan 3D yang dikembangkan. 

Aneka realitas baru itu menuntut perubahan sikap adaptif. Memahami dengan bijaksana. Tantangan luar bisa harus dihadapi dengan respon luar biasa pula. Serba segera karena situasi dan kondisi berubah cepat. 

Tantangan luar biasa tidak cukup direspon biasa-biasa saja seperti ketika kondisi normal. Tergilas kita roda perubahan dan realitas baru itu. Perubahan serba cepat dan ketidakpastian itulah realitas baru yang kita hadapi 2022.

Memang tak selamanya mendung itu kelabu. Selalu ada hikmah dari pengalaman hidup. Selalu ada peluang di tengah situasi krisis dan kritis. Golden moment orang bilang. Di dunia bisnis misalnya. Ada yang tumbuh di tengah suasana serba sulit karena Covid-19. 

Selain karena terbukanya peluang, bisnis yang tumbuh itu bisa terjadi karena pengelolanya mampu merespon tepat dan antisipasi yang cepat. 

Sikap-sikap itulah, mau berubah, merespon tepat, antisipasi cepat, yang dibutuhkan dalam realitas baru yang bakal kita hadapi. Rasional dan realistis. 

Realitas baru membawa perubahan dan membentuk peradaban baru. Adaptif dengan perubahan adalah sikap bijaksana. Menentang perubahan berarti bunuh diri. 

Selamat tahun baru! Selamat datang realitas baru.... 

(Artikel ini mengalami revisi setelah tayang di Tribun Timur)