KOLOM ANDI SURUJI: Membaca Kegelisahan Pak JK
TOKOH bangsa, Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan 12, Muhammad Jusuf Kalla atau Pak JK gelisah. Sudah lama sebenarnya kegelisahan itu digaungkan.
Di forum terbuka, agenda terbatas, sampai di lapangan golf. Ia terus mengutarakannya pada setiap momentum yang tepat.
Mengapa dan apa yang menggelisahkan. Perusahaannya makin berkembang. Regenarasi kepemimpinan bisnis berjalan baik. Mau apalagi. Dimana pun berada, ia dihormati, dimintai nasihat. Bukan hanya tentang bisnis. Juga dalam urusan birokrasi, politik, resolusi konflik, kenegaraan dan kebangsaan.
Saya membacanya, justru dari sudut pandang itulah ia memendam kegelisahan. Bukan di internal imperium bisnisnya grup Kalla, yang didirikan ayahnya, Haji Kalla, 70 tahun silam. Bukan pula dalam konteks ketokohan JK.
Akan tetapi, Pak JK memendam kegelisahan melihat bisnis saudagar-saudagar Bugis era Haji Kalla yang banyak nyungsep. Sebagian hanya menyisakan bekas-bekas jejak. Bahkan ada yang cuma meninggalkan pahatan sejarah dalam kenangan, dengan kata kunci "dulu...."
JK mengamati secara saksama daftar sekitar 40 saudagar Bugis hebat, kaya raya, di era awal kemerdekaan. Mereka semua turut berkontribusi dalam memajukan ekonomi bangsa dan kemakmuran rakyat. Khususnya di Sulawesi Selatan dan kawasan timur Indonesia.
Mereka rata-rata cuma berpendidikan formal rendah. Bahkan tidak tamat Sekolah Rakyat (dasar). Tetapi dalam berbisnis, mereka piawai.
Di awal kemerdekaan itu, saudagar Bugis sudah memiliki lima bank di Sulsel. Industrialisasi mulai terjadi, seperti pabrik seng, pabrik gelas.
Namun, pada hari ini, semua itu seperti hilang ditelan zaman. Perusahaan-perusahaan dengan nama besar dan bendera berkibar, seolah menghilang hanya sesaat sepeninggal pendirinya juga.
Permasalahan yang digarisbawahi sebagai catatan penting ialah tidak terjadinya regenerasi yang baik dan berkelanjutan.
Inilah poin penting yang ditekankan Pak JK dalam acara silaturrahmi "Dari Pengusaha ke Pengusaha untuk Masa Depan Indonesia", Senin (30/01/2023) di Wisma Kalla. Acara ini dihadiri business owner dari kalangan Apindo, Kadin, dan Hipmi.
Dalam pandangan JK, regenerasi kepemimpinan pengusaha dari pendiri ke generasi berikutnya mutlak dipersiapkan secara sistematis. Pendidikan formal saja tidak cukup, tetapi pola atau cara pelibatan langsung sejak dini jauh lebih efektif.
Ia mencontohkan dirinya. Ketika masih belia, ia selalu diajak ayahnya bertemu dengan mitra bisnisnya. Hanya sekadar melihat apa yang dilakukan ayahnya.
Setiap hari sepulang sekolah, JK wajib mampir di toko. Tidak melakukan apa-apa. Ketika menanjak usia remaja, mulai dipercaya menyetor uang ke bank.
Dirinya pun memperlakukan putra tunggalnya, Solihin seperti perlakuan ayahnya kepadanya. "Saya ajak Solihin ke daerah, ke proyek, sekadar ikut saja. Kadang dia cuma tidur. Tetapi dia tahu apa yang saya kerjakan," papar JK.
Bahkan Solihin sering harus minta izin tidak masuk sekolah karena diajak JK ke daerah melihat bisnis Kalla. "Pendidikan di sekolah penting, tetapi pengalaman secara dini juga penting," kata JK.
Bahkan JK mengajukan pertanyaan, mengapa semakin banyak "orang pintar" berpendidikan tinggi, namun bisnis bumiputeta malah redup, tertinggal.
JK pun memuji pola regenerasi kultural berjejaring yang dilakukan pengusaha Tionghoa. Kalau anaknya lima orang, kelimanya diarahkan jadi pengusaha. Nanti kalau anak-anak berkeluarga, semua juga mendapatkan suami atau istri yang pengusaha juga. Jadi itu kultur jaringan.
"Kita, kalau anak lima, paling cuma satu yang disuruh jadi pengusaha. Lainnya mau jadi tentara, polisi, dan lain-lain," ujarnya.
Karena itu, seru JK, kita tidak boleh iri atau cemburu. Kita tidak boleh menyetop mereka. Justru kitalah (pribumi-Red) yang harus termotivasi untuk lebih maju. Menyiapkan generasi pelanjut bisnis bumiputera.
"Tanpa kemajuan ekonomi, kemajuan pengusaha, kota ini bahkan negara ini tidak akan berkembang, karena pengusaha dan perusahaan bayar pajak untuk pembangunan," katanya.
Faktor lain kegelisahan yang terbaca oleh saya ialah kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin meminggirkan pelaku bisnis nasional (baca pribumi). Sengaja atau tidak.
Mengapa kalau investor China dan negara lain seperti digelarkan karpet merah dengan berbagai fasilitas. Mengapa bukan pengusaha nasional yang diberi fasilitas sebanyak mungkin agar kapasitas nasional juga semakin meningkat dan kuat.
Bukan tanpa alasan JK bicara seperti itu. Pengalamannya, menyaksikan sendiri pengusaha angkatan Haji Kalla mendapat fasilitas ekspor-impor dari pemerintah. Pemberian fasilitas dari pemerintah itulah yang mendongkrak lahirnya saudagar-saudagar andal di Sulsel.
Hanya saja, seperti diakui JK, disayangkan juga karena banyak pengusaha bumiputera yang mau shorcut saja. Mereka menjual fasilitasnya itu kepada pengusaha lain, terutama kepada pengusaha Tionghoa.
Pengusaha Tionghoa maju, pengusaha pribumi meredup. Mereka memakan fasilitasnya. Ditambah tidak adanya regenerasi, maka habislah bisnis mereka di tangan generasi kedua.
Contoh lain yang disdorkan JK ialah ketika Kalla membangun pembangkit listrik tenaga air di Poso, Sulawesi Tengah. Habis-habisan menguras modal perusahaan dan tabungan keluarga karena tidak ada bank yang mau membiayai proyek itu. Belakangan bank milik negara masuk setelah melihat prospek bisnis tersebut.
Selain itu semua, terutama terkait regenerasi saudagar Bugis-Makassar, JK juga mengingatkan kaum saudagar Bugis-Makassar yang mulai berkembang agar tidak cepat-cepat atau terburu-buru pindah kuadran, dari bisnis ke politik kekuasaan. Akan bijaksana jika menguatkan pondasi bisnis dan mempersiapkan generasi pelanjut dulu baru masuk politik kekuasaan sebagai pelaku.
"Jangan salah. Saya tiga puluh lima tahun dulu menggeluti bisnis, baru masuk ke politik (kekuasaan menjadi menteri sampai jabatan tertingginya dua kali Wakil Presiden dengan presiden yang berbeda)," katanya.
Boleh jadi, itulah sebabnya, JK dalam forum itu menyatakan harapannya kepada Andi Amran Sulaiman, pemilik Tiran Group yang sudah membesar, agar tetap menjadi pengusaha saja. Mantan Menteri Pertanian itu disebut-sebut banyak kalangan akan maju juga dalam kontestasi pemilihan gubernur Sulsel.
Harapannya, tentu supaya terjadi regenerasi pengusaha tangguh Bugis-Makassar, sebagaimana yang digelisahkan Pak JK.