KOLOM ANDI SURUJI : Narasi Survei Legislator Makassar

Kantor DPRD Makassar - (Dok CELEBESMEDIA.ID)

CERITA ini saya angkat setelah membaca berita mengenai paparan Direktur Celebes Research Center (CRC), Herman Heizer tentang hasil survei kepuasan kinerja DPRD Makassar.

Supaya tidak salah paham, Celebes Research Center tidak terafiliasi dengan Celebes Media (Celebes TV, Celebes Radio, Celebesmedia.id). 

Herman Heizer mengungkapkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja anggota DPRD Makassar mencapai angka 56,5 persen.

“.... Namun ada hal menarik yakni tingkat menjawab tidak tahu cukup tinggi yaitu di angka 30 persen lebih,” jelasnya dalam diskusi publik terkait survei kepuasan kinerja anggota DPRD Kota Makassar, di Sandeq Ballroom  Hotel Claro Makassar, Senin (26/12/2022).

Secara detail kepuasan masyarakat terkait fungsi legislasi anggota DPRD Makassar mencapai 45,3 persen. Untuk fungsi anggaran yang puas 42,3 persen. Dalam hal fungsi pengawasan yang puas 46,0 persen.

Sebagai referensi, fungsi utama legislator itu memang tiga bidang tersebut. Lainnya hanya tambahan. 

Nah di titik ini, kita bertanya dari mana CRC memperoleh tambahan angka-angka itu menjadi 56 persen. Dalam tiga bidang tersebut semuanya jauh di bawah 50 pesen. 

Untuk naik menjadi di atas 56 persen perlu tambahan yang bisa sampai dua digit persentasi poin. Lantas fungsi apa yang dijalankan legislator itu dengan tingkat kepuasan luar biasa tinggi untuk mengatrol kepuasan tiga fungsi utama tersebut? 

Tentu dari fungsi tambahan. Jelas bukan hanya kinerja dari tugas dan fungsi pokok tersebut. 

Apalagi, sebagaimana pernyataan Herman, masih banyak warga belum memberikan penilaian terhadap kinerja fungsi utama Anggota DPRD tersebut. 

“Ada indikasi karena ketidaktahuan mereka (masyarakat) terhadap fungsi-fungsi anggota DPRD Kota Makassar,” ungkap Herman. 

Nah ini semacam kode keras, alarm bagi legislator. Bagaimana memperbaiki tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja lembaganya.

Sebelum sampai pada urusan puas tidak puas terhadap kinerja, hal yang terlebih dahulu harus dilakukan ialah meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai tugas pokok dan fungsi legislator. 

Caranya edukasi publik. Legislator pasti tahu istilah TSM, yaitu singkatan dari terstruktur, sistematis, masif. Nah itu yang harus jadi komitmen lembaga legislatif untuk dilakukan dengan intensitas tinggi. Jangan hanya memakai indikator output, tetapi lebih penting outcome yang diperoleh. Ukurannya jelas. 

Alarm itu juga berbunyi kencang buat politisi-politisi yang bakal bertarung memperebutkan suara rakyat untuk menjadi legislator. Jangan cuma berkampanye dengan janji-janji politik yang heroik, namun nihil faedah dalam hal pendidikan politik dan demokrasi bangsa yang istilahnya masih "on going process". 

Sekaligus peringatan bagi rakyat pemilik suara pula. Jangan asal memberikan dukungan dan suara. Jangan karena nepotisme semata, apalagi karena uang receh lalu mendukung dan memberikan suara untuk seseorang menjadi legislator. 

Jadi, paling bijaksana, rakyat harus mempertimbangkan kapasitas dan kompetensi mereka sebelum memberikan dukungan dan suaranya. Fox populi fox dei. Suara rakyat suara Tuhan. Mahal. 

Dalam melihat isu indikator kepuasan masyarakat, kurang puas, tidak puas, sampai tidak tahu akan fungsi legislator, memang harus dilihat menyeluruh. Ibarat melihat dua sisi satu koin (mata uang). Tidak terpisahkan, tetapi satu kesatuan utuh. 

Kalau angka kepuasan 56,5 persen itu dinilai tinggi pada satu sisi, patut digaris bawahi juga bahwa pada sisi lain itu berarti ada sekitar 43,5 persen yang kurang puas, tidak puas, bahkan tidak tahu. Cukup signifikan. 

Fakta bahwa angka 30 persen responden yang tidak tahu fungsi legislator, sebagaimana hasil survei tersebut, merupakan suatu kondisi tragis, menyedihkan. Bisa dibilang suatu kecelakaan demokrasi yang fatal sekali.

Dalam bernegara, berdemokrasi, kepuasan masyarakat akan kinerja legislator, harusnya jauh lebih tinggi. Kalau perlu 90 persen baru dikatakan mantap, berhasil. 

Ada dasar argumennya. Legislator sebagai wakil rakyat dengan predikat "yang terhormat" juga menyandang tanggung jawab pendidikan politik, pendidikan demokrasi, sampai tanggung jawab finansial yang harus akuntabel.

Gaji dan segala macam fasilitas yang dinikmati legislator itu dibayar dari pendapatan negara (daerah). Uang itu sebagian besar bersumber dari pajak-pajak yang wajib dibayar rakyat. Kalau rakyat tidak puas, rugi rakyat, rugi negara. 

Harus diingat, rakyat dikejar-kejar sampai diancam pidana penjara kalau menghindar bayar pajak. Lalu bagaimana ancaman sanksi bagi legislator yang kinerjanya tidak mencapai tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi? 

Tidak ada sanksi pidana maupun perdata. Hanya dituntut pertanggungjawaban moral mereka. Rakyat harus menghukum dengan sanksi sosial dan saksi moral pula.