KOLOM ANDI SURUJI : Gejolak Angin, Air, dan Api Makassar...

HAMPIR semua unsur alam dan kehidupan bergejolak di Makassar. Ini merupakan peringatan dan pesan alam yang wajib diwaspadai.

Angin dan air sudah bergolak beberapa hari belakangan ini. Pohon bertumbangan dihantam angin. Menelan korban jiwa. Angin kencang juga membuat pengendara sepeda motor berjatuhan di jalanan. 

Air pun tumpah dari langit dengan curah yang tinggi. Sebagaimana sifatnya, air mengalir dari ketinggian di hulu, menuju tempat yang rendah di hilir. Tentu muaranya di laut. 

Pada saat yang bersamaan, air laut juga pasang. Gelombang tinggi menghantam pantai dan pulau-pulau. Warga pantai dan pulau kerepotan. 

Bertemunya pasang air laut dan besarnya volume air mengalir mencari tempat rendah, maka wilayah pesisir menjadi banjir. Genangannya lebih tinggi merendam segala apa yang ada di kerendahan tanah pesisir laut. Ribuan orang mengungsi. 

Semalam, di tengah derasnya hujan, api pun beraksi di Pasar Sentral Makassar. Menghanguskan sejumlah lapak tempat jualan pedagang.

Warga menduga penyebab kebakaran adalah hubungan arus pendek listrik alias korsleting. Soalnya, listrik sempat padam sebelum peristiwa kebakaran.

Pemadam kebakaran bersama warga kerepotan memadamkan api yang menyala di tengah derasnya hujan mengguyur. Angin kencang berputar-putar arah, membuat api menjilat-jilat ke segala arah tidak menentu. 

Perlu teknik dan keterampilan penanganan api. Salah-salah bisa fatal. Air yang membawa arus listrik bisa menyetrum manusia. 

Tinggal tanah yang masih tenang, belum bergerak. Sejauh ini belum ada informasi yang menyebutkan adanya tanah longsor di Makassar.

Bisa jadi karena topologi tanah di Makassar yang relatif datar. Dengan begitu, potensi longsor minim. 

Tetapi di dua kabupaten tetangga Makassar, yakni Gowa dan Maros, telah dilaporkan adanya tanah longsor. Kedua wilayah itu memang memiliki topologi  yang berbukit dan bergunung. 

Angin, air, api, juga tanah adalah unsur-unsur alam yang menyangga kehidupan makhluk hidup. Termasuk manusia. Kita membutuhkan semua itu untuk hidup.

Tanah dibutuhkan untuk pemukiman, membangun rumah, kantor, dan tempat berkegiatan lainnya. Tanah juga dibutuhkan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Guna memproduksi hasil tanaman demi memenuhi kebutuhan pangan manusia.

Air juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Untuk mandi, mencuci, memasak makanan, dan minum. Air pun diperlukan menghidupkan tanaman, agar dapat menghasilkan buah atau bunga.

Angin? Juga diperlukan manusia untuk memutar sirkulasi udara. Tanpa sirkulasi udara yang baik manusia mati. Paru-paru akan stop bekerja tanpa udara.

Angin diperlukan pula untuk menerbangkan serbuk sari dari bunga yang satu, kemudian serbuk sari terjatuh ke putik bunga lain. 

Proses itu disebut penyerbukan anemogami. Contoh penyerbukan anemogami, yaitu pada tanaman padi, jagung, dan rumput-rumputan.

Angin pula yang mendorong awan yang mengandung uap air hingga turun menjadi hujan. 

Semua unsur alam semesta itu diperlukan manusia. Hanya rahman dan rahiim Yang Maha Kuasa Sang Pencipta semesta ini menyediakan alam dan unsur-unsur tersebut guna memenuhi kebutuhan kehidupan manusia. 

Tentu saja semuanya dalam besaran, volume dan takaran yang terukur. Jika berlebihan maka semua unsur tersebut malahan bisa berubah menjadi mesin pembunuh manusia.

Karena itu, manusia juga diberi tugas dan tanggung jawab menata kelola lingkungan, mengelola alam supaya bekerja dalam ketentuan takdir-Nya, sunnatullah.

Masalahnya, manusia seringkali lupa daratan, menggunakan segala sumber daya alam secara berlebihan, melampaui ambang batas yang seharusnya, kenormalan. 

Lalai mengelola lingkungan. Banjir terjadi karena air mengalir dari hulu ke hilir berlebihan lantaran hutan penyerap hujan sudah gundul. 

Pohon-pohon besar dalam kota bertumbangan, kita salahkan angin dan hujan. Padahal hujan dan angin kodrat alam. Kitalah yang lalai tidak mengelola pohon-pohon itu agar seimbang antara kekuatan akar, batang, cabang dan ranting, sehingga kuat menahan angin dan beban air hujan.

Demikian pula api. Kita lalai mengelola sumber api, misal instalasi listrik yang selalu dipastikan aman. Karena hujan dan angin terjadi hubungan arus pendek yang menyebabkan timbulnya api. 

Ketika masih kecil api dibutuhkan untuk memasak, membakar, mengelas besi. Tetapi manakala membesar, melebihi kemampuan manusia mengelolanya, maka api berubah menjadi ancam dan lawan manusia. 

Karena kelalaian dan ulah yang melampaui batas, manusia seringkali tanpa sadar menyalahkan alam ketika misalnya terjadi banjir, longsor dan pohon tumbang, kebakaran. Disebutnya bencana alam, padahal yang terjadi bencana lingkungan. 

Alam ciptaan Maha Kuasa sudah sangat baik, menyediakan semua unsur kebutuhan kehidupan. Manusialah yang tidak tahu diri.