Barang bukti Sabu 43 Kg yang dikemas dalam bungkus teh cina diamankan Timsus Narkoba Polrestabes Makassar - (ist)

APA yang terjadi? Ada apa Makassar? Lakke ko mae?

Baru saja sepertiga bulan pertama 2023 kita lalui. Begitu kelam dan kecut perasaan kita mengikuti informasi peristiwa-peristiwa yang terjadi di kota ini.

Peristiwa kelam pertama yang amat memilukan ialah penculikan dan pembunuhan bocah berusia 11 tahun. Lebih mengenaskan lagi, mereka yang diduga melakukan aksi kejahatan itu adalah anak-anak remaja.

Sejauh informasi yang diperoleh dari kepolisian, aksi brutal penculikan dan pembunuhan anak itu, sungguh membuat kita tercengang. Hampir tidak masuk akal.

Katanya, mereka melakukan itu karena tergiur bisnis organ tubuh anak yang bernilai fantastis baginya. Info itu diperolehnya dari situs internet.

Yang membuat kita nyaris tak percaya, dalam umur masih belia, mereka sungguh nekat melakukan penculikan dan pembunuhan.

Kejadian pahit itu pun memicu amarah warga dan sanak saudara korban. Rumah panggung orang tua terduga pelaku dibongkar dindingnya. Perabotan diacak-acak.

Bisa dipahami emosi massa itu. Tetapi bagaimana pun, aksi itu juga  melanggar hukum. Kalau sudah begini, suasana menjadi emosional dan ruwet. Kekacauan sosial. Berantakan.

Aparat keamanan harus bertindak secepat mungkin. Mencegah keadaan menjadi lebih chaos.

Belum tuntas informasi soal ini kita dikejutkan lagi dengan ditemukannya orang tewas tergantung di jembatan. Polisi menduga kemungkinan besar memang bunuh diri.

Kuat dugaan korban bunuh diri karena alasan terkait sakit yang dideritanya. Pada saat ditemukan, masih ada alat kateter yang melekat di badannya.

Apa pun alasannya, diculik dan dibunuh lalu dibuang, bunuh diri atau tewas tergantung, adalah peristiwa kemanusiaan yang memilukan. Tragis dan mencabik-cabik perasaan, akal dan akhlak. Sedemikian putus asanyakah manusia menghadapi problematika kehidupan ini.

Pada hari yang sama, walaupun bukan terkait langsung hilangnya nyawa manusia, kita lebih tersentak lagi dengan penangkapan narkoba 43 kilogram. Hampir setengah kuintal beratnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Petrus Reinhard Golose menyebut Kota Makassar menjadi salah satu perhatian dalam peredaran narkoba. Sejak 2021 hingga Agustus 2022 sebanyak 239,5 kilogram sabu disita oleh BNN, (CELEBESMEDIA.ID, 30/08/2022).

Golose mengungkapkan 80 persen Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Sulawesi Selatan (Sulsel) dihuni oleh para pecandu narkotika.  Artinya 80 persen dari total penghuni pada 8 Lapas di Sulsel merupakan napi narkoba.

Makassar darurat narkoba. Ada situasi dan kondisi narkoba dapat dipergunakan, semisal untuk keperluan medis. Akan tetapi, narkoba juga adalah mesin pembunuh manusia. Jika dipergunakan tidak sebagaimana mestinya.

Peredaran narkoba yang kian meluas, akan menjadi mesin pembunuhan karakter kemanusiaan manusia. Merusak tubuh, merusak mental, terutama generasi muda pemakai narkoba.

Penculikan anak, kasus bunuh diri atau pembunuhan, peredaran narkoba, adalah penyakit masyarakat. Mengapa Makassar? Pasti ada yang salah dalam pembangunan sumber daya manusia.

Diperlukan penanganan yang mendalam dan komprehensif dengan aksi nyata lintas sektoral pemangku kepentingan. Bukan sekadar seremoni yang berjibun jargon kosong.

Bangunlah Makassar dan sadarlah dari mimpi-mimpi. Katanya, Makassar Kota Dunia dengan segala modernitas yang dimiliki. Ingin menjadi kota metaverse.

Jalan mana yang akan dilalui menuju kota dunia ketika kondisi masyarakat masih seperti zaman purba? Apakah kita akan berangkat dan memulai perjalanan menuju kota dunia dari lorong-lorong yang disulap dengan nama-nama kota dunia itu?

What a mess...