CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Pete-pete, angkutan kota (angkot) di Kota Makassar sudah ada sejak tahun 1970-an. Tiga puluh tahun lebih melayani warga Makasaar dan sekitarnya.
Akan tetapi kehidupan sopir dan pemilik pete-pete kini menghadapi tantangan berat. Terutama sejak manjamurnya angkutan online. Di samping manajemen mereka juga yang kurang baik.
Ditambah lagi pemerintah Provinsi Sulsel kembali mengoperasikan angkutan massal Trans Maminasata Bus atau Teman Bus yang dinilai membuat mata pencaharian supir pete-pete makin terancam.
Menelusuri pendapatan supir pete-pete di tengah sengitnya persaingan mencari penumpang, CELEBESMEDIA.ID mencoba naik pete-pete di Pasar Daya menggunakan pete-pete kode D degan trayek Makassar Mall-Terima Regional Daya-Sudiang.
Saat itu CELEBESMEDIA.ID naik pukul 14:50 Wita dan duduk di depan di samping sang supir. Saat naik penumpang belum ada, kursi masih kosong.
Kondisi pete-pete tersebut agak sedikit kumuh. Interiornya tampak kurang terawat. Beberapa komponen di area dashboard dan kemudi tidak ada. Hanya terlihat kabel-kabel yang disengaja diselipkan sang supir.
Sementara di bagian belakang yang merupakan tempat duduk utama penumpang cukup bersih, meskipun tempat duduknya sudah terlihat ada beberapa bagian mulai robek.
Mursalim sang supir pete-pete mengaku kehadiran pengemudi online dan Teman Bus mengurangi pendapatannya.
"Sebelum ada itu (taksi online) biasa itu sehari kita dapat sampai Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu tapi itu dulu sebelum banyak Gocar, Grab, Maxim," ujarnya.
Namun saat ini pendapatannya sehari sisa Rp 400 ribu. Itu pun masih pendapatan kotornya. Pendapatan bersihnya Rp 300 ribu, sebab Rp 100 ribunya dipakai beli bahan bakar.
"Untung ini mobil lunas mi jadi bisa bawa uang begitu (Rp 300 ribu) per hari," ucapnya.
Sebenarnya kata dia, ia juga ingin mencoba menjadi pengemudi online. Namun karena berpikir untuk bayar cicilan tiap bulan sehingga dirinya mengurunkan niatnya buat DP mobil untuk dipakai sebagai taksi online.
"Sebenarnya kakak saya suruh kasi keluar mobil (DP mobil) tapi saya pikir (cicilan) perbulannya Rp 4 juta jadi lebih baik ini mo saya pakai," jelasnya.
Sambil berbincang, pria asal Jeneponto ini sesekali menepi untuk menunggu penumpang. Matanya jeli melihat orang yang akan naik di pete-petenya. Penumpang ketiga pun naik. Namun beberapa meter ia melajukan pete-petenya ada satu penumpang lagi yang naik.
Tiap kali ada orang di pinggir jalan, ia dengan cekatan menepikan pete-petenya. Meski menepi namun kadang tak semua orang naik.
Namun satu persatu penumpang yang duduk di belakang mulai turun, ada yang turun di depan Kampus UKIP, ada yang di BTP dan di Panaikang.
Kembali melanjutkan perjalanan, Mursalim mengaku tak berpikir mencari kerjaan lain. Alasannya jadi supir pete-pete bebas kapan saja ia keluar cari penumpang tergantung kemauannya. Beda ketika ia bekerja di suatu tempat karena akan ikut aturan.
"Saya sempat kerja jadi supir di Telkom tapi tidak lama ji karena lama kurasa dapat uang tiap bulan pi kita dapat, kalau beginikan (supir pete-pete) tiap hari dapat uang," jelasnya.
Terus melaju ke hingga tak terasa telah berada di jalan Urip Sumoharjo tepatnya Jembatan Fly Over, belum ada satupun penumpang yang kembali naik di pete-pete miliknya.
Meskipun sesekali ia harus menepi dan sambil sedikit berteriak "Naik maki langsung jalan ji ini" tapi tak satupun penumpang yang naik.
Kembali melanjutkan ceritanya, ia mengungkapkan sebelum jadi supir pete-pete di tahun 2000 ia sebelumnya mendaftar masuk Brimob namun sayangnya ia harus memendam impiannya jadi abdi negara sebab gugur di seleksi pantukhir.
"Jadi tidak lulusku mi itu saya langsung pergi buat SIM baru bawa pete-pete," bebernya.
Mursalim mengaku saat ini ia memiliki dua orang anak semuanya duduk di bangku SMP. Sehingga ia tekun mencari nafkah buat anak dan istrinya. Ia bilang mulai narik pete-pete atau keluar cari penumpang sejak pagi Pukul 08:00 hingga 16:00 Wita.
"Dalam sehari itu kadang empat kali pulang pergi Sudiang- Sentral, tapi kalau saya agak capek biasa setengah hari saya pulangmi, adami saya dapat hampir Rp 200 ribu," tuturnya.
"Yang jelasnya ada pembeli kuotanya anakku pulangma, karena dia sama mamanya pintarmi suruh beli kouta, saya kah tidak pakai Hp ja," paparnya.
Saat masuk ke Makassar Mall atau Pasar Sentral, ia kembali mencoba mencari penumpang dengan cara memperlambat pete-petenya. Namun tetap ia kembali tak mendapatkan penumpang
Hingga saat CELEBESMEDIA.ID turun di jalan Masjid Raya tak ada satupun penumpang yang kembali naik.
Pantauan CELEBESMEDIA.ID perjalanan dari Daya ke Masjid Raya ditempuh satu jam.
Laporan: Darsil Yahya
Download aplikasi celebesmedia.id di Appstore dan Playstore.
Follow dan Add juga Sosial Media Celebesmedia.id di Instagram, Twitter, Facebook & Youtube.