KOLOM ANDI SURUJI : Disrupsi Medsos dan Tidur yang Menolong

Ilustrasi - (int)

TENGAH malam. Aplikasi media sosial, Instagram, Facebook, WhatsApp, disrupsi. Tidak ada percakapan, tidak ada pembaharuan di linimasa. Senyap.

Tak terlihat ungkapan cinta, sayang, kemarahan, kekeselan, kebohongan, penipuan dan bahkan perselingkuhan. Boleh jadi banyak transaksi yang tertunda bahkan batal. Aneka janji tak terealisasi.

Begitulah dunia sekarang. Mengalami digitalisasi kata orang. Dunia maya ibu kandungnya, melahirkan anak-anak aplikasi seperti Instagram, Facebook dan WhatsApp itu. 

Menurut data yang dikutip dari Statista.com, populasi digital dunia terus melesat. Data per Januari 2021 yang dirilis September 2021, menunjukkan populasi pengguna aktif internet mencapai 4,6 miliar, pengguna media sosial sebanyak 4,2 miliar. 

Artinya? Angka-angka itu lebih dari separuh total penduduk bumi, yang mencapai 7,9 miliar orang. Itu perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa, per Oktober 2021.

Kita sudah sangat tergantung dan bergantung pada aplikasi dan internet yang membuat manusia di muka planet bumi ini bisa saling terhubung. 

Mau apa kita sekarang, ada semua tersedia dalam genggaman aplikasi di handphone kita.

Jangan lupa, pengguna aktif sosial media melalui mobile mencapai 4,1 miliar. 

Ketika Media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp mengalami disrupsi, dunia maya kita pun seolah kiamat. Padahal dunia nyata baik-baik saja... 

Banyak yang mengira jaringan internetnya mengalami gangguan. Soalnya beberapa waktu lalu, jaringan internet bermasalah yang menyebabkan IndiHome tidak bisa ditonton di sebagian wilayah. 

Panik. Lantas sembarang tindakan kita ambil. Mungkin ada di antara kita yang langsung menambah kuota internetnya. Padahal bukan itu solusinya karena bukan jaringan internet penyebabnya.

Banyak di antara kita yang sudah terbiasa bertindak dan berperilaku instan. Akibatnya, ketika terjadi gangguan sedikit, langsung mencari solusi instan, yang kadang tidak diperlukan. Hanya membuang sumber daya. 

Contoh, ketika kita sakit kepala. Otak kita langsung memerintah kita mencari obat sakit kepala. Padahal harusnya tenang sedikit berpikir mencari penyebabnya. Boleh jadi kita sakit kepala karena belum makan. Tubuh sudah lapar tapi perasaan belum. Karena itu kita sakit kepala. 

Tetapi kita menelan obat sakit kepala. Mustinya tidak perlu. Cukup pergi makan segera karena penyebab sakit kepala gara-gara lapar, belum atau terlambat makan. 

Ketika Instagram dan WhatsApp saya mulai ngadat, saya cek siaran televisi. Bagus, jadi bukan internet masalahnya. Saya pikir gadget saya kelelahan, perlu istirahat. 

Karena sudah tengah malam juga, saya masuk kamar untuk tidur. Paginya, ketika membuka WhatsApp dan Instagram, sudah bagus. Ramai-ramai orang bicara soal disrupsi media sosial milik Mark Zuckerberg, kaisar dunia maya itu. 

Save by sleep. Saya tertolong tidur, ndak perlu stress. Ya kadang beranjak tidur itu membuat kita tertolong dari permasalahan dunia maya maupun dunia nyata kita.