Surat Terbuka untuk Ratu Tisha, PSSI dan Persija

Ano Aldetrix - (foto by handover)

INGIN kutuliskan dan kusampaikan bagaimana yang disebut solidaritas Makassar itu. Maka bacalah ini. 

Anda pasti tak mengira, lalu tak menyangka bagaimana respons orang-orang Bugis Makassar ketika Persija meninggalkan Makassar “tanpa pamit”  ke PSM, panitia pelaksana, para supporter, personil keamanan TNI-Polri, serta masyarakat Makassar lantaran menolak berlaga di Stadion kebanggaan mereka, Stadion Mattoanging Makassar yang kemudian oleh nitizen kalian disebut stadion kandang ayam.  

Pun PSSI melalui Sekjendnya, Ratu Tisha yang hanya datang ke Makassar membawa sehelai surat yang isinya terkesan mendukung apa yang Persija minta, enggan bertanding melawan PSM di hadapan ribuan supporternya dengan dalih keamanan tidak kondusif. 

Tanpa Kordinasi dengan pihak keamanan,  Ratu Tisha mengetuk palu, “pertandingan final leg kedua antara PSM kontra Persija dibatalkan, akan dipindahkan ke tempat netral”. Ratu melenggok, sendiri meninggalkan Makassar namun seorang warga merekam perjalanan nya di Bandara Internasional Makassar. 

Ia sendiri, terlihat menerima telepon entah dari mana.  Sebelumnya, Persija telah meminta pertandingan ditunda, pindah ke tempat netral karena mendapat teror dari beberapa penonton yang berkumpul di sekitar areal Stadion Mattoanging Makassar.  Runut cerita ini, maka tersuarlah kabar bahwa ada sebuah cerita sandiwara yang tengah diciptakan  antara Persija - PSSI

Mungkin Anda mengira, PSM akan diam jika diperlukan seperti ini, sama ketika kalian memberlakukan hal yang sepihak pada tim lain. Tetapi ini Makassar, yang memiliki rasa solidaritas berbeda dengan solidaritas di daerah lain. Solidaritas ala Bugis Makassar itu, lahir dari sikap yang disebut siri’, engkau telah mempermalukannya. 

Solidaritas mereka itu, berbaur antara emosional dan rasa pedih.  Sakit yang telah dialami oleh PSM pada saat itu, secepat kilat  menjalar bagaikan virus ke tubuh orang-orang Bugis Makassar, baik di kota Makassar maupun di perantauan. 

Mereka merasa sakit, kecewa sehingga mereka turut memberikan perlawanan  terhadap apa yang kalian tunjukan pada PSM. Pada hari itu, Minggu sore, orang-orang Bugis Makassar menyebut dirinya “Kita adalah PSM”, sehingga yang kalian sakiti adalah orang Bugis Makassar.  Bahwa cerita ini sangat feodal, sentaralistik atau kampungan? Yah memang mungkin begitu. Tetapi inilah solidaritas itu, khas Bugis Makassar. 

Maka  Ratu Tisha, PSSI dan Persija, jangan heran jika solidaritas itu mengepung kalian. Seluruh orang-orang Bugis Makassar merasa terpanggil untuk memperlihatkan rasa solidaritas mereka pada PSM. Tak heran, ada pengacara yang akan menggugat serta melaporkan kalian ke Mabes Polri. Para pemilik akun sosmed Sulawesi Selatan bersatu melawan kalian,  ada pula yang mengeluarkan mosi tak percaya, ada yang membuat petisi melalui  Change.org,  sosial media dipenuhi cacian serta serangan mengarah ke PSSI, Ratu Tisha dan Persija, mereka perlihatkan perlawanan hingga ke sosial media dengan  beragam cara. Itulah bentuk solidaritas mereka pada PSM,  yang tak mau melihat PSM melawan sendiri.  

Jangan lihat PSM tidak memiliki ratusan ribu supporter laiknya  Persija, Persib Bandung dan Persebaya, Arema atau tim lain sehingga  kalian mengira bentuk perlawanan akan kecil jika memperlakukan PSM secara tidak adil. Apatahlagi mempertontonkan sebuah kebijakan seperti sedang bersandiwara, pun Persija yang terkesan cengeng? 

Oleh sebab itulah, sebuah kebijakan yang kalian lahirkan- maka kalian melihat sendiri bentuk perlawanan itu. PSM tidak akan melawan sendiri jika diberlakukan tidak adil, akan tetapi organ organ Bugis Makassar akan berjuang dengan cara sendirinya, sebab orang Bugis Makassar melihat pada saat itu, PSM adalah siri’ nya, kalian telah mempermalukan PSM.  Jadi,  Ratu Tisha, PSSI jangan lagi memperlakukan kedua kalinya PSM seperti ini, apalagi di kampung nya sendiri. (*AA) 


Penulis 

Ano Aldetrix 

Eks Marcom PSM - Ketua Panpel IPL